Lima Tokoh Pejuang yang Berperan dalam Melawan Penjajahan Belanda di Indonesia
Tokoh
pejuang dari Indonesia yang berani melawan penjajahan Belanda sudah sepantasnya
di kenang. Banyak tokoh pejuang yang ikut andil dalam usaha melakukan
perlawanan terhadap kesewang-wenangan Belanda. Namun, penulis akan memilih lima
tokoh yang menurut penulis paling mudah diingat dan diteladani atas apa yang
dilakukakn oleh para tokoh tersebut.
Berikut
tokoh tokoh yang terlibat dalam pertempuran melawan Kolonil Belanda
No
|
Nama
Tokoh
|
Peran
dalam Peristiwa
|
Nilai
dan Keteladanan
|
1
|
Pangeran
Diponegoro
|
Memimpin
Perang Diponegoro
|
Keberanian
dan jiwa kepimpinan yang tinggi.
|
2
|
Cut
Nyak Dien
|
Perlawanan
terhadap Belanda ketika meletusnya Perang Aceh.
|
Rela
berkorban dan setia pada perjuangan.
|
3
|
Pattimura
|
Perlawanan
terhadap penjajahan Belanda.
|
Kewibawaan
dan kepandaian dalam berstrategi.
|
4
|
Tuanku
Imam Bonjol
|
Membuat
Belanda kewalahan ketika Perang Padri.
|
Keberanian
dan tabah. meski diasingkan Belanda.
|
5
|
Sultan
Hasanudin
|
Menentang
monopoli perdagangan VOC
|
Keberaniaan
dan kesetiaan membela Kerajaan Gowa.
|
Berikut adalah
penjelasan dari perjuangan lima pahlwanan berdasarkan tabel di atas.
1. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro
lahir di Yogyakarta 11 November 1785. Beliau adalah putra sulung Sultan
Hamengkubuwana III, raja kesulltanan Yogyakarta dengan istri selir bernama
R>A> Mangkarwati yang berassal dari Pacitan.
Pangeran Diponegoro
dengan gigih memimpin rakyat Jawa untuk melawan Belanda yang telah memassang
tiang-tiang pancang yang melewati rumah, masjid, dan makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Kemudian, tiang-tiang tu dicabut oleh Pangeran Diponegoro, sehingga Belanda
membalasnya dengan penyerangan ke Tegalrejo
yaitu tempat dimana kediaman Pangeran Diponegoro berada. Hal ini menjadi pemicu
Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830).
Startegi yang diterapkan Pangeran Diponegoro untuk melawan
Belanda adalah strategi perang gereliya. Perang gerieliya adalah serangan
mendadak ke markas Belanda ketika malam hariBersama para pendukung utamanya
adalah Pangeran Mangkubumi, Kyai Mojo, dan Sentot Ali Basya Prawirodirdjo
beserta rakyat Jawa, Pangeran Diponegoro melakukan strategi perang gereliya.
Strategi perang gereliya terbukti ampuh untuk melawan Belanda. Sebanyak 8.000 serdadu
Belanda dan 7.000 tentara sewaan Belanda tewas. Lebih dari 200.000 penduduk
Jawa Tengah dan Yogyakarta meninggal.
Pada
akhirnya, tanggal 28 Maret 1830, Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk
berunding. Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock. Namun, perundingan itu hanya
strategi untuk melakukan penangkapan Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro
ditangkap tanggal 3 Mei 1830 dan dibawa ke Batavia. Pangeran Diponegoro sempat
mengalami pemindahan ke Menado dan pada akhirnya dipindah ke penjara Makassar.
Beliau wafat di Makassar pada tanggal 8 Januari 1855.
2. Cut Nyak Dien
Salah satu pahlawan
wanita yang pemberani dari Aceh bernama Cut Nyak Dien. Lahir tahun 1848 dari
keluarga bangsawan yang berasal dari garis ayahnya. Pernikahan pertamanya
dengan Teuku Ibrahim Lamnga dilakukan ketika Cut Nyak Dien berusia belia dan
dikarunia seorang anak laki-laki.
Pada
garda terdepan, ketika meletusnya Perang Aceh tahun 1873, antara Aceh dengan
Belanda, terjadi pertempuran yang sengit. Pada akhirnya, karena kekalahan dalam
persenjataan terpaksa pasukan Cut Nyak Dien mundur. Akibatnya, suaminya, Teuku
Ibrahim gugur di Sela Glee Tarun.
Gugurnya
suami tercintan ntidak membuat Cut Nyak Dien patah arang. Dengan semangat
berapi-api, perjuangan dilanjutkan. Ketika berjuang, Cut Nyak Dien bertemu rekan
seperjuangan bernama Teuku Umar. Kemudian, Teuku Umar kelak menjadi suami Cut
Nyak Dien.
Pada
tanggal 11 Februari, meskipun sebelumnya telah berhasil menghancurkan markas
Belanda, terjadilah peristiwa gugurnya Teuku Umar. Belanda yang kembali
berhasil memukul mundur pasukan Cut Nyak Dien. Terpaksa Cut Nyak Dien beserta
pasukannya yang melemah dan mendapatkan tekanan dari Belanda sehingga terpaksa lari
menghindar.
Pada
akhir cerita, ketika kondisi Cut Nyak Dien melemah dan terus bertempur,
tertangkaplah Cut Nyak Dien oleh Belanda. Untuk menghindari pengaruhnya, tahun
1906, Cut Nyak Dien diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Pada khirnya, Cut Nyak
Dien wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di tempat pengasingannya di
Sumedang.
3. Pattimura
Pattimura memunyai nama lain yaitu Thomas Matulessy (atau Thomas Matulessy), lahir di Maluku tanggal 8 Juni 1783.
Ayahnya yang bernama Antonim Matulessy dan kakeknya bernama Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Pattimura adalah pahlawan yang berjuang melawan Belanda (VOC).
Pattimura melanjutkan perjuangan keluarganya melawan Belanda.
Pada tahun 1817, Belanda kembali berkuasa, rakyat Ambon melakukan perlawanan
dengan Pattimura sebagai pemimpin mereka. Pattimura yang mendaptkan gelar Kapitan atau
panglima perang. Bersama teman-temannya, dan yang paling terkenal adalah teman
wanitanya yang bernama Christina Martha Tiahahu berhasil melawan Belanda di
Saparua dan merebut benteng Belanda serta membunuh Residen van den Berg.
Sebagai panglima perang, Pattimura selalu dibantu oleh teman-temannya. Sebagai
pemimpin, Pattimura pandai dalam mengkoordinasi raja-raja untuk ikut mengatur
pemerintahan, memimpin rakyat, melaksanakan
pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat
biasa.
Penangkapan Pattimura terjadi pada tanggal 12
November 1817. Pattimura terpengaruh oleh kelicikan Belanda. Pada akhirnya,
Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Niuew Victoria 16 November 1817.
4. Tuanku Imam Bonjol
Tuanku
Imam Bonjol atau dengan nama lain Muhammad Shahab lahir di Bonjol Sumatera Barat
1722. Perannya cukup besar ketika meletusnya Perang Padri. Perang Padri adalah
perang bergejolak antara Kaum Padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol melawan Kaum
Adat yang dipimpin oleh Belanda. Perang ini meletus akibat tidak ditemmukannya
titik terang atas perundingan antara Kaum Padri dengan Kaum Adat tentang ajaran
Islam.
Ketika pertempuran, kaum Adat yang
tengah mendapatkan gempuran dari Kaum Padri meminta bantuan Belanda untuk ikut
membantu bertempur melawan Kaum Padri. Gubernur
Jenderal Johannes van den Bosch yang bertindak sebagai penghubung, melakukan
perjanjian damai dengan Imam Bonjol, kemudian mengeluarkan maklumat Perjanjian
Masang pada 1824. Akan tetapi, Belanda sendiri yang mengingkari perjanjian
tersebut. Akhirnya, justru kaum Adat membelot dan membantu melawan Kaum Padri
untuk melawan Belanda. Berulang kali Belanda kewalahan melawan keduanya yang
dipimpin Imam Bonjol.
Pada akhirnya, Imam
Bonjol diajak berunding dengan Belanda untuk melakukan perjanjian damai. Akan
tetapi, Belanda justru menangkap Imam Bonjol yang kemudian mengasingkan Imam
Bonjol ke Cianjur, Jawa Barat pernah juga ke Ambon. Pada pengasingan terakhir
di Lotak, Minahasa, dekat Manado, Sulawesi Selatan, Imam Bonjol menghembuskan
nafas terakhir pada tahun 1864.
5. Sultan Hasanudin
Sultan
Hasanudin lahir di Makassar tahun 1631. Sultan Hasanudin diangkat sebagai Raja
Gowa ke-15 ketika berusia 22 tahun, menggantikan ayahnya yaitu Sultan Alaudin.
Saat Sultan Alaudin akan wafat, beliau memberikan wasiat untuk mengangkat
Sultan Hasanudin menjadi raja Gowa.
Sultan Hasnudin merupakan sosok yang tegas, berani, dan
memiliki pengetahuan yang luas. Belanda memberi Sultan Hasanudin julukan “ayam
jantan dari timur” karena keberaniannya. Tak salah jika ayahnya mengangkatnya
sebagai raja Kerajaan Gowa.
Monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC sangat ditentang
keras oleh Sultan Hasanudin. Karena
itu, VOC berusaha untuk menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa. Kerajaan
Gowa pada saat itu merupakan kerajaan terbesar yang menguasai jalur
perdagangan. Dendam Belanda yang semakin besar kepada kerajaan Gowa, ketika
pertempuran berlangsung, Belanda sempat mengalami banyak kekalahan. Untuk
Belanda yang dipimpin Laksaman Cornelis Speelmen mengerahkan segenap pasukan
yang dipersenjatai, akhirnya Belanda berhassil memukul kerajaan Gowa.
Setelahnya diadakan perjanjian Bongaya yang isinya tentang disahkannya monopoli
perdagangan oleh VOC semakin membuat kerajaan Gowa terpuruk. Perjanjian Bongaya
ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di
Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak
VOC yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman.
Sultan Hasanudin sangat setia terhadap Kerajaan
Gowa dan bercita-cita mempersatukan Nusantara, akan tetapi usahanya gagal.
Meski begitu, kesetiaan dan keberaniannya terhadap Gowa di Makassar tidak
pernah tergantikan. Setelah turun tahta,
pada tahun 1670 Sultan Hasanudin
wafat. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun.
0 Response to "Lima Tokoh Pejuang yang Berperan dalam Melawan Penjajahan Belanda di Indonesia"
Post a Comment